INFO : 21-03-2013 Acara Maulid Yang Diselenggaran Oleh Himako Bertempat Di Aula Fisipol Unimal
Home » , » Kontroversi Larangan Wanita Duduk Bonceng Mengangkang

Kontroversi Larangan Wanita Duduk Bonceng Mengangkang

Written By Unknown on Minggu, 03 Maret 2013 | 17.38


Dewasa ini kota Lhokseumawe sedang heboh-heboh nya akan peraturan yang di kemukakan oleh pemkot tentang pelarangan wanita yang berboncengan duduk mengangkang dan di haruskan untuk duduk menyamping di atas kendaraan sepeda motor, Namun jika di telaah secara bijaksana oleh akal sehat kita memang itu suatu hal yang positif bagi kecakapan syariat islam di aceh yang saat ini sudah terlalu pudar khususnya di Nanggro Aceh Darussalam yang dulu nya sangat mengandung nilai-nilai agama yang kuat dan moral yang tinggi yang sudah tercemar oleh gaya ke barat baratan sehingga menurunkan nilai moral bangsa Aceh khususnya para remaja dan juga orang tua yang bertempat tinggal di perkotaan, berbeda dengan masyarakat yang berdomisili di perkampungan yang masih meninggalkan nilai-nilai budaya yang kuat dan keagamaan yang kuat.

Wacana larangan duduk mengangkang bagi wanita yang dibonceng di atas sepeda motor ini sebetulnya sudah dilontarkan Suaidi Yahya ke ranah publik pada malam pergantian tahun 2012 ke 2013. Langsung saja idenya itu menuai respons publik yang luar biasa. Ramai yang pro tapi yang kontra pun tidak kalah banyak nya. Bagi kalangan yang pro terhadap peraturan tersebut di luap kan dengan aksi memasang spanduk milik berbagai ormas untuk memberikan dukungan penuh atas ide Wali Kota Suaidi Yahya untuk segera menerapkan aturan larangan mengangkang ini. Terlihat spanduk bertebaran di sejumlah lokasi. Misalnya, di depan kantor wali kota, Lapangan Hiraq, dan di sepanjang jalan samping Masjid Agung Islamic Center.

Mungkin dasar kata yang mendasari dukungan mereka terhadap hal ini ialah Globalisasi, Globalisasi ini juga dapat kita lihat dari moral masyarakat Aceh yang semakin merosot akibat pengaruh budaya luar. Remaja-remaja Aceh pada saat ini suka menggunakan pakaian-pakaian ketat dan terbuka tanpa merasa malu, bahkan mereka bangga mengenakan pakaian seperti itu. Banyak remaja yang tidak lagi hormat kepada orang tua. Para remaja Aceh banyak yang berpelukan dijalanan dengan pasangan mereka tanpa adanya rasa malu. Ini semua terjadi akibat apa yang selama ini mereka lihat di televisi. Bahkan beberapa orang tua bangga apabila anak gadis mereka sering berpergian bersama lelaki. Hal-hal yang seperti ini dianggap tabu sebelumnya. Namun, karena mereka sering melihat hal-hal seperti ini di media elektronik, lama-kelamaan mereka mengganggap hal seperti ini biasa saja.

Globalisasi telah menjadi virus bagi budaya dan moral bangsa Aceh yang sebelumnya sangat baik. Virus ini semakin lama semakin susah untuk dikontrol. Perubahan-perubahan pada kebiasaan masyarakat aceh semakin terasa, masyarakat Aceh yang sebelumnya sangat kekeluargaan menjadi masyarakat individualis dan tidak memperdulikan orang sekitar.

Kemerosotan moral dan kebudayaan akibat globalisasi mulai merebak di Aceh semenjak tahun 2000-an, namun semakin buruk pasca tsunami, kemungkinan besar ini karena banyaknya NGO yang masuk ke Aceh dan menyebarkan pemikiran-pemikiran mereka. Bahkan angka perceraian meningkat sejak masuknya LSM-LSM yang mengatakan mereka adalah pejuang kesetaraan gender. Hal-hal sepele dalam keluarga yang tadinya dapat diselesaikan secara baik-baik saat ini bisa menjadi permasalahan besar dan berakhir pada perceraian, begitu lah asal mula dasar pemikiran yang pro terhadap peraturan ini.

Namun dengan hal tersebut, tidak hilang juga protes dari kalangan yang kontra dengan peraturan ini yang mendasarkan sangat tidak masuk akal dan membahayakan keselamatan perempuan, khususnya mereka yang berusia lanjut atau pun yang masih muda.

Sekarang yang menjadi asal mula tidak setuju nya masyarakat terhadap peraturan ini ialah apa yang sudah di berikan oleh pemerintah kota kepada masyarakat, sehingga di hadapkan dengan poin yang tidak terlalu harus di laksanakan pada saat ini, Mestinya pemerintah kota dapat memastikan semua warga menikmati pendidikan berkualitas secara gratis, layanan kesehatan, ketersediaan air bersih, listrik dan bahan sandang serta pangan yang terjangkau. Selain itu, memberdayakan masyarakat, terutama perempuan, mengurangi pengangguran dan membasmi koruptor dan juga menghilangkan para konglemerasi yang juga menjadi penyebab hilang nya nilai dan moral bangsa Aceh seperti cafe remang-remang dan juga pondok-pondok yang masih banyak di skat-skat untuk orang memadu kasih, Sehingga seluruh warga terutama yang tidak mampu dapat hidup sejahtera Itulah masyarakat islami yang berlandaskan syariat Islam, Ibarat kata “ Bukannya sedia payung sebelum hujan tapi membawa pakaian ganti kalau kehujanan."

Penulis : Zulkhairi, Mahasiswa Ilmu Komunikasi,Unimal
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

 
Support : Kebindo Time's | Zulkhairi | Modif Template
Copyright © 2011. Himako-Unimal - All Rights Reserved
Template Modify by Zulkhairi
Proudly powered by Blogger